ETIKA DALAM
DUNIA TEKNIK
1. ETIKA DAN
MORALITAS
A.
Pengertian Etika.
Etika adalah
sesuatu filsafat yang mempelajari nilai dan kualitas yang mencakup standar dan
penilaian moral.Etika analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab. menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis
(practical philosophy). Etika diasumsikan bila manusia merefleksikan
unsur-unsur etis dalam pendapat serta komentar. Kebutuhan akan refleksi itu
akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda
dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari
tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal
menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.Karena itulah etika merupakan
suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.
Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia,
etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik
dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika terbagi menjadi tiga bagian
utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai
etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
Etika berasal dari bahasa Latin
(ethicus) yang berarti karakter atau berperilaku. Berbagai definisi atau
pengertian etika :
- Nilai, norma, dan moral yang dijadikan pegangan
orang/kelompok. (Bertens 1993)
- Kumpulan azas/nilai moral dan kode etik
- Ilmu
tentang perbedaan tingkah laku yang baik dan buruk dalam kehidupan
manusia.
- Cara manusia memperlakukan sesama dan menjalani
hidup dan kehidupan dengan baik, sesuai aturan yang berlaku di masyarakat.
(Algermond Black 1993)
- Yang paling sederhana: Perilaku standar yang
dirumuskan oleh suatu ras atau bangsa.
- Pengetahuan tentang
moral, pengembangan studi tentang prinsip-prinsip tugas manusia.
- Pengetahuan tentang
filsafat, atau pengetahuan tentang perilaku moral. Perilaku moral artinya
perilaku yang mempertimbangkan baik dan buruk, atau tentang apa yang harus
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
- Pengetahuan tentang
kewajiban moral, atau lebih luas lagi, pengetahuan tentang perilaku
manusia yang ideal dan hasil akhir tindakan manusia yang ideal.
- Kamus Bahasa Indonesia : Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
tidak sesuai dengan ukuran moral atau akhlak yang dianut oleh masyarakat
luas.
- Ukuran nilai mengenai apa yang salah dan benar
sesuai dengan anggapan umum (anutan) masyarakat.
Dari kata etik (bahasa Inggris:
ethics) atau etika telah diturunkan :
·
Etiket (dari bahasa Belanda), yaitu carik kertas yang
ditempelkan pada kemasan barang-barang dagang yang bertuliskan nama, isi, dan
aturan penggunaan barang itu.
·
Etiket (dari bahasa Perancis: etiquette), ialah adat
sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan di pergaulan agar
hubungan selalu baik.
·
Etichals (Inggris), ialah golongan obat yang tidak
boleh dijual tanpa resep, yaitu Obat Daftar G dan O..
Sejarah Etika
Telaah etika sebagai suatu pengetahuan dapat ditelusuri
sampai kurang lebih 2500 tahun silam pada saat Socrates (seorang filsuf)
mengungkapkan etika itu sebagai
sesuatu yang diatur oleh prinsip-prinsip yang mendapat pengakuan umum
masyarakat, yaitu bahwa ”sesuatu
yang dianggap baik oleh seseorang juga baik bagi semua orang, dan apa yang
menjadi kewajiban tetangga juga menjadi kewajiban saya” (Socrates
470-347 SM adalah ahli pikir/filosof Yunani yang meletakkan dasar-dasar
filsafat).
Bukan berarti bahwa pada zaman
Yunani kuno itu diciptakan pengetahuan tentang etika. Yang benar ialah bahwa
pada waktu itu mereka telah mengembangkannya secara ilmiah dan terorganisasi
dalam usaha mempelajari cara hidup dan perilaku manusia. Telah diketahui pula
bahwa jauh sebelum zaman itu masyarakat kuno telah mengenal
kebiasaan-kebiasaan, peradaban, ritus dan upacara-upacara yang
menunjukkan bahwa mereka telah menyadari adanya ketentuan-ketentuan alam dan
masalah perilaku individu, kelompok atau suku bangsa. Masyarakat zaman dahulu
telah mempelajari bahwa kelangsungan hidup, kedamaian dan kebahagiaan bagi
setiap individu atau kelompok hanya dapat dijamin dengan cara hidup sesuai aturan yang telah
ditetapkan oleh kelompok itu. Adanya berbagai ritus dan upacara
membuktikan bahwa mereka telah mempunyai aturan perilaku dan moral yang
dianggap perlu demi untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.
Kegunaan Etika
Berbeda dengan ajaran moral, etika tidak dimaksudkan untuk secara
langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Etika adalah pemikiran sistematis tentang
moralitas. Terdapat empat alasan mengapa etika semakin diperlukan pada
zaman ini.
Pertama, masyarakat
sekarang ini semakin pluralistik atau majemuk, baik dari suku, daerah, agama
yang berbeda-beda; demikian pula dalam bidang moralitas. Kita berhadapan dengan
sekian banyak pandangan moral
yang sering saling bertentangan. Mana yang mau diikuti, apakah yang
diterima dari orang tua kita dahulu, moralitas tradisional desa, atau moralitas
yang ditawarkan melalui media massa ?
Kedua, masa
transformasi (perubahan) masyarakat yang tanpa tanding. Perubahan yang
diakibatkan gelombang modernisasi merupakan kekuatan yang menghantam semua segi
kehidupan manusia. Kehidupan di kota sudah jauh berbeda dibanding
tahun-tahun sebelumnya. Dalam
transformasi ekonomi, sosial, intelektual dan budaya itu nilai-nilai budaya
tradisional ditantang semuanya. Dalam situasi inilah etika membantu kita agar
jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa
yang boleh saja berubah, dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil
sikap-sikap yang dapat kita pertanggungjawabkan.
Ketiga, perubahan
sosial budaya yang terjadi itu dapat dipergunakan oleh pelbagai pihak untuk memancing di air keruh.
Mereka menawarkan ideologi-ideologi mereka sebagai obat penyelamat.
Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi tersebut secara
kritis dan objektif, dan untuk membentuk penilaian kita sendiri, agar tidak
terlalu mudah terpancing. Etika juga membantu kita jangan naif atau ekstrem,
yaitu jangan cepat-cepat memeluk segala pandangan yang baru, tetapi juga jangan
menolak nilai-nilai hanya karena baru dan belum biasa.
Keempat, etika
juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu fihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka,
dan di lain pihak sekaligus mau
berpartisipasi tanpa takut-takut dengan tidak menutup diri dari semua
dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
B. Definisi
Etika Menurut Bertens
Nilai- nilai
atau norma – norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.
a.Menurut
KBBI : Etika dirumuskan dalam 3 arti yaitu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk, nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
b.Menurut
Sumaryono (1995) : Etika berkembang menjadi studi tentang manusia berdasarkan
kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu etika juga berkembang
menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia
yang diwujudkan melalui kehendak manusia.
C.
Macam-macam Etika
Ada dua
macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya
prilaku manusia :
1. Etika
Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini
sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar
untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Etika
Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai
dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara
umum dapat dibagi menjadi :
1. Etika
Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak
secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan
prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak
serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum
dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian
umum dan teori-teori.
2. Etika
Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan
yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan
dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan,
yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun,
penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan
orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi
oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia
mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar
yang ada dibaliknya.
Etika Khusus
dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika
individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
b. Etika
sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
sebagai anggota umat manusia.
Perlu
diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan
satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan
sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan
manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan
(keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana
dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap
lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari
etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian
atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai
berikut :
1. Sikap
terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi
D. Manfaat
Etika
Beberapa
manfaat Etika adalah sebagai berikut ,
1. Dapat
membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral dan Dapat
membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh dirubah.
2. Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat dan Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai.
2. Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat dan Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai.
E. Metode Etika
Seperti halnya dalam semua bidang filsafat lain, para
ahli etika pun selalu berselisih faham tentang metode yang tepat untuk digunakan.
Namun demikian ada satu cara pendekatan yang dituntut dalam semua aliran yang
tergolong etika, yaitu pendekatan kritis. Pada hakekatnya etika mengamati realitas
moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran, melainkan menelaah
kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral
secara kritis. Etika menuntut adanya pertanggungjawaban dan menyingkap adanya
suatu kerancuan. Etika menuntut pertanggungjawaban moral yang dikemukakan itu
dipertanggungjawabkan, jadi berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral.
Pengertian Moral
Berbagai definisi atau pengertian moral telah dikemukakan
sebagai berikut :
- Hal yang mendorong manusia untuk
melakukan tindakan yang baik sebagai “kewajiban” atau “norma”
- Sarana untuk mengukur benar tidaknya
tindakan manusia
- Kepekaan dalam pikiran, perasaan dan tindakan dibandingkan
dengan tindakan-tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap
prinsip-prinsip dan aturan-aturan (Helden, 1997 & Richard, 1971)
- Pandangan tentang baik dan buruk,
benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan manusia
(Atkinson, 1969)
Manusia dapat dinilai dari banyak segi. Seorang dosen
tertentu dapat dikatakan buruk, karena cara mengajarnya hanya dengan membacakan
diktat dimuka kelas. Tetapi sebagai manusia, dosen itu baik karena sering
membantu mahasiswa dalam belajar, jujur dan dapat dipercaya., selalu mengatakan
yang benar , dan selalu bersikap adil. Sebaliknya ada seorang dokter ahli yang
sangat sukses dalam profesinya, tetapi mata duitan karena memasang tarif
konsultasi sangat tinggi.
Penilaian terhadap seseorang dari profesinya hanya
menyangkut satu segi atau satu aspek saja dari orang itu sebagai manusia. Kata
moral mengacu pada baik-buruknya seseorang sebagai manusia,
yang bukan saja baik buruk menyangkut profesinya, misalnya sebagai dosen,
tukang masak, pemain tenis, melainkan sebagai manusia. Bidang moral adalah
bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia
Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan benar-salahnya sikap
dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia, bukan
hanya sebagai pelaku peran (profesi) tertentu.
Etika dan Ajaran Moral
Etika perlu dibedakan dari ajaran moral. Ajaran
moral ialah ajaran-ajaran,
wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, kumpulam peraturan dan
ketetapan, yang diperoleh secara lisan atau tertulis tentang
bagaimana manusia arus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
Sumber langsung ajaran moral ialah pelbagai orang dalam kedudukan yang
berwenang, misalnya orang tua, guru/dosen, pemuka masyarakat dan agama, atau
secara tidak langsung dari tulisan para bijak, misalnya yang tertulis dalam
lontara.
Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan
merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran
dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu, bukan suatu ajaran,
sehingga mempunyai tingkatan yang berbeda. Yang mengatur bagaimana kita
harus hidup adalah ajaran moral. Etika berkaitan dengan pengertian mengenai
mengapa kita harus mengikuti ajaran moral tertentu, atau bagaimana sikap kita yang
bertanggungjawab terhadap pelbagai ajaran moral. Etika
berusaha untuk mengerti mengapa atau atas dasar apa kita harus hidup
menurut norma-norma tertentu.
SIKAP-SIKAP KEPRIBADIAN MORAL YANG KUAT
1. Kejujuran
Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral
adalah kejujuran. Tanpa kejujuran kita sebagai manusia tidak dapat maju
selangkah pun karena kita belum berani menjadi diri kita sendiri. Tanpa
kejujuran keutamaan-keutamaan moral lainnya kehilangan nilai mereka. Bersikap
baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran, adalah kemunafikan dan sering
beracun. Hal yang sama berlaku bagi sikap tenggang rasa dan mawas diri:
tanpa kejujuran dua sikap itu tidak lebih dari sikap berhati-hati dengan tujuan
untuk tidak ketahuan maksud yang sebenarnya.
Bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua: Pertama,
sikap terbuka, kedua bersikap fair. Terbuka berarti: orang boleh
tahu, siapa kita ini. Dengan terbuka tidak dimaksud bahwa segala
pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang
lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita. Kita berhak atas
batin kita. Melainkan yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri
kita sendiri. Sesuai dengan keyakinan kita. Kita tidak menyembunyikan wajah
kita yang sebenarnya.
Kedua, terhadap orang lain orang jujur bersikap wajar
atau fair:
ia memperlakukannya menurut standar-standar yang diharapkannya dipergunakan
orang lain terhadap dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia selalu akan
memenuhi janji yang diberikan, juga terhadap orang yang tidak dalam posisi
untuk menuntutnya. Ia tidak pernah akan bertindak bertentangan dengan suara
hati atau keyakinannya. Keselarasan yang berdasarkan kepalsuan, ketidakadilan
dan kebohongan akan disobeknya.
Lankah awal untuk menerapkan sikap tersebut adalah dengan
kita berhenti membohongi diri kita sendiri. Kita harus berani melihat diri
seadanya. Kita harus berhenti main sandiwara, bukan hanya terhadap orang lain,
melainkan terhadap kita sendiri. Kita perlu melawan kecondongan untuk
berasionalisasi, menghindari show dan pembawaan
berlebih-lebihan. Orang jujur tidak perlu mengkompensasikan perasaan minder
dengan menjadi otoriter dan menindas orang lain,maka amatlah penting agar kita
mulai menjadi jujur.
2. Nilai-nilai otentik
Di sini tempatnya untuk beberapa kata tentang sesuatu
yang erat hubungannya dengan hal kejujuran dan juga sangat penting kalau kita
mau menjadi orang yang kuat dan matang: Kita harus menjadi otentik. Otentik
berarti, kita menjadi diri kita sendiri. Kita bukan orang jiplakan, orang
tiruan, orang-orangan yang hanya bisa membeo saja, yang tidak mempunyai sikap
dan pendirian sendiri karena ia dalam segala-galanya mengikuti mode, atau
pendapat umum dan arah angin.
Ketidakotentikan itu bisa terdapat di segala bidang
nilai. Begitu halnya orang yang dalam segala-galanya mengikuti mode. Atau orang
yang merasa malu apabila tidak tahu lagu pop terakhir, atau yang takut
”ketinggalan zaman” kalau kelihatan tidak memakai spray pembersih meja
mutakhir. Atau di bidang estetis, kalau orang kaya suka arsitektur gaya
Spanyol, tetapi hanya karena gaya itu sedang ”in” di kalangan orang berada ”masa
kini” dan bukan karena ia memang meminatinya. Di bidang politik seorang
mahasiswa yang ”kritis” dan ”pemberontak” karena itulah gaya mahasiswa, tetapi
di rumahnya ia bersikap feodal. Atau sebaliknya si pejabat yang menghafalkan
semua istilah penataran ideologi negara.
”Otentik” berarti ”asli”. Manusia otentik adalah manusia
yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan
kepribadiannya yang sebenarnya. Manusia yang tidak otentik adalah manusia yang
dicetak dari luar, yang dalam segala-galanya menyesuaikan diri dengan harapan
lingkungan; orang yang seakan-akan tidak mempunyai kepribadian sendiri
melainkan terbentuk oleh peranan yang ditimpakan kepadanya oleh masyarakat.
Ketidakotentikan itu bisa terdapat di segala bidang
nilai. Begitu halnya orang yang dalam segala-galanya mengikuti mode. Atau orang
yang merasa malu apabila tidak tahu lagu pop terakhir, atau yang takut
”ketinggalan zaman” kalau kelihatan tidak memakai spray pembersih meja
mutakhir. Atau di bidang estetis, kalau orang kaya suka arsitektur gaya
Spanyol, tetapi hanya karena gaya itu sedang ”in” di kalangan orang berada
”masa kini” dan bukan karena ia memang meminatinya. Di bidang politik seorang
mahasiswa yang ”kritis” dan ”pemberontak” karena itulah gaya mahasiswa, tetapi
di rumahnya ia bersikap feodal. Atau sebaliknya si pejabat yang menghafalkan
semua istilah penataran ideologi negara.
3. Kesediaan untuk bertanggung jawab
Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang
membebani kita. Kita merasa terikat untuk menyelesaikannya, demi tugas itu
sendiri. Sikap itu tidak memberikan ruang pada pamrih kita. Kita akan
melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut pengorbanan atau
kurang menguntungkan atau ditentang oleh orang lain. Tugas itu bukan sekedar
masalah di mana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan kesan
yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang mulai
sekarang harus kita emong, kita pelihara, kita selesaikan dengan baik, bahkan
andaikata tidak ada orang yang perduli. Merasa bertanggung jawab berarti bahwa
meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu
diselesaikan sampai tuntas.
Kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan
untuk diminta, dan untuk memberikan, pertanggungjawaban atas
tindakan-tindakannya, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Kalau ia
ternyata lalai atau melakukan kesalahan, ia bersedia untuk dipersalahkan. Ia
tidak pernah akan melemparkan tanggung jawab atas suatu kesalahan yang
diperbuatnya kepada bawahan. Sebaliknya, sebagai atasan ia, dengan hubungan
dengan pihak luar, bersedia untuk mengaku bertanggung jawab atau suatu
keteledoran, meskipun yang sebenarnya bertanggung jawab adalah seorang bawahan.
Kesediaan untuk bertanggung jawab demikian adalah tanda
kekuatan batin yang sudah mantap.
4. Kemandirian moral
Keutamaan ketiga yang perlu kita capai apabila kita ingin
mencapai kepribadian moral yang kuat adalah kemandirian moral. Kemandirian
moral berarti bahwa kita pernah ikut-ikutan saja dengan pelbagai pandangan
moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian
sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Jadi kita bukan bagaikan balon yang
selalu mengikuti angin. Kita tidak sekedar mengikuti apa yang biasa. Kita tidak
menyesuaikan pendirian kita dengan apa yang mudah, enak, kurang berbahaya. Baik
faktor-faktor dari luar: lingkungan yang berpendapat lain, kita dipermalukan
atau diancam, maupun faktor-faktor dari batin kita: perasaan malu, oportunis,
malas, emosi, pertimbangan untung rugi, tidak dapat menyelewengkan kita dari
apa yang menjadi pendirian kita.
Kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil
sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya. Kekuatan untuk
bagaimanapun juga tidak mau berkongkalikong dalam suatu urusan atau permainan
yang kita sadari sebagai tidak jujur, korup atau melanggar keadilan. Mandiri
secara moral berarti bahwa kita tidak dapat ”beli” oleh mayoritas, bahwa kita
tidak pernah akan rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar
keadilan.
5. Keberanian moral
Keberanian moral berarti berpihak pada yang lebih lemah
melawan yang kuat, yang memperlakukannya dengan tidak adil. Keberanian moral
tidak menyesuaikan diri dengan kekuatan-kekuatan yang ada kalau itu
berarti mengkrompomikan kebenaran dan keadilan.
Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman
yang menarik. Setiap kali ia berani mempertahankan sikap yang diyakini, ia
merasa lebih kuat dan berani dalam hatinya, dalam arti bahwa ia semakin dapat
mengatasi perasaan takut dan malu yang sering mengecewakan dia. Ia merasa lebih
mandiri. Ia bagaikan batu karang di tengah-tengah sungai yang tetap kokoh dan
tidak ikut arus. Ia memberikan semangat dan kekuatan berpijak bagi mereka yang
lemah, yang menderita akibat kezaliman pihak-pihak yang kuat dan berkuasa.
6. Kerendahan hati
Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri
sesuai dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat
kelemahannya, melainkan juga kekuatannya. Tetapi ia tahu bahwa banyak hal yang
dikagumi orang lain padanya bersifat kebetulan saja. Ia sadar bahwa kekuatannya
dan juga kebaikannya terbatas. Tetapi ia telah menerima diri. Ia tidak gugup
atau sedih karena ia bukan seorang manusia super. Justru karena itu ia kuat. Ia
tidak mengambil posisi berlebihan yang sulit dipertahankan kalau ditekan. Ia
tidak perlu takut bahwa kelemahannya ”ketahuan”. Ia sendiri sudah mengetahuinya
dan tidak menyembunyikannya. Maka ia adalah orang yang tahu diri dalam
arti yang sebenarnya.
Kerendahan hati ini tidak bertentangan dengan keberanian
moral, melainkan justru prasyarat kemurniannya. Tanpa kerendahan hati
keberanian moral mudah menjadi kesombongan atau kedok untuk menyembunyikan,
bahwa kita tidak rela untuk memperhatikan orang lain, atau bahkan bahwa kita
sebenarnya takut dan tidak berani untuk membuka diri dalam dialog kritis.
Justru orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar
apabila betul-betul harus diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak
merasa diri penting dan karena itu berani untuk mempertaruhkan diri apabila ia
sudah meyakini sikapnya sebagai tanggung jawabnya.
7. Realistis dan kritis
Sikap realistis tidak berarti bahwa kita menerima
realitas begitu saja. Kita mempelajari keadaan dengan serealis-realisnya supaya
dapat kita sesuaikan dengan tuntutan prinsip-prinsip dasar. Dengan kata lain,
sikap realistis mesti berbarengan dengan sikap kritis. Tanggung jawab moral
menuntut agar kita terus-menerus memperbaiki apa yang ada supaya lebih adil,
lebih sesuai dengan martabat manusia, dan supaya orang-orang dapat lebih
bahagia. Prinsip-prinsip moral dasar adalah norma kritis yang kita letakkan
pada keadaan.
Sikap kritis perlu juga terhadap segala macam kekuatan,
kekuasaan dan wewenang dalam masyarakat. Kita tidak tunduk begitu saja, kita
tidak dapat dan tidak boleh menyerahkan tanggung jawab kita kepada mereka.
Penggunaan setiap wewenang harus sesuai dengan keadilan dan bertujuan untuk
menciptakan syarat-syarat agar semakin banyak orang dapat lebih bahagia. Tak
pernah martabat manusia boleh dikorbankan. Di luar tujuan itu wewenang mereka
berhenti. Begitu pula segala macam peraturan moral tradisional perlu disaring
dengan kritis. Peraturan-peraturan itu pernah bertujuan untuk menjamin keadilan
dan mengarahkan hidup masyarakat kepada kebahagiaan. Tetapi apakah sekarang
masih berfungsi demikian ataukah telah menjadi alat untuk mempertahankan
keadaan yang justru tidak adil dan malahan membawa penderitaan?
Tanggung jawab moral yang nyata menuntut sikap realistis
dan kritis. Pedomannya ialah untuk menjamin keadilan dan menciptakan suatu
keadaan masyarakat yang membuka kemungkinan lebih besar dari anggota-anggota
untuk membangun hidup yang lebih bebas dari penderitaan dan lebih bahagia.
Dalam kenyataannya sikap-sikap tersebut memang sangatlah
sulit untuk diterapkan namun dengan adanya tekad yang bulat dan keyakinan yang
mantap. Dan dengan cara kita senantiasa melatih diri untuk selalu mengamalkan
dan memelihara sikap-sikap tersebut. Maka dengan seiring berjalannya
waktu sikap-sikap tersebut akan mudah kita terapkan dengan sendirinya. Dan
dengan demikian kita pasti akan menjadi sosok pribadi yang memiliki etika dan
moral yang mantap.
2.
AGAMA DAN MORALITAS
Agama dan moralitas merupakan dua kata yang
tidak asing di telinga kita. Dalam pemikiran populer agama dan moralitas tidak
terpisahkan, namun apa korelasi dari kedua hal tersebut? Bagaimana kedua hal
tersebut berpengaruh dalam kehidupan kita? Mari kita coba membahas kedua hal
tersebut secara lebih mendalam.
Dalam agama terdapat aturan-aturan tentang
bagaimana menjalani hidup di dunia ini baik hubungannya dengan sesama manusia,
manusia dan lingkungannya dan manusia dengan Tuhannya. Namun, pada era sekarang
ini banyak orang yang belum mengetahui bagaimana pengertian agama yang
sebenarnya.
Secara etimologis, dalam bahasa sansekerta,
kata agama berasal dari kata gam yang berarti pergi. Kemudian, dalam bahasa Indonesia
diberi awalan dan akhiran “a” sehingga menjadi kata agama yang berarti jalan.
Denman demikian, kata agama berarti sebuah jalan untuk mencapai kebahagiaan.
Istilah lain tentang agama adalah religi atau
religion
atau religio.
Kata religi berasal dari bahasa latinya itu religare atau religere yang
mempunyai arti terikat dan hati-hati. Terikat disini maksudnya bahwa orang yang
ber-religi atau ber-religare adalah orang yang selalu merasa dirinya terikat
dengan sesuatu yang dianggap suci. Sedangkan hati-hati mempunyai maksud bahwa
orang yang ber-religere
adalah orang yang selalu berhati-hati terhadap sesuatu hal yang dianggap suci,
contoh : masjid adalah tempat suci umat Islam.
Sementara itu moral merujuk kepada
nilai-nilai kemanusiaan. Moral berasal dari kata Mores yang artinya adat atau
cara hidup. Secara umum, moralitas merupakan sifat moral dari suatu perbuatan,
atau pandangan baik buruk nya kita tentang suatu perbuatan.
Menurut Sonny Keraf, moral menjadi tolak ukur
yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai
orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu. Sehingga seseorang dapat
memiliki moral bersifat baik, ataupun moral yang bersifat buruk.
Ketika berbicara tentang moral maka tidak
akan bisa lepas dari agama, karena di dalam agama terkandung nilai-nilai moral.
Keith A. Robert mengatakan bahwa pada umumnya individu penganut agama memandang
agama sangat erat hubungannya dengan ajaran moralitas sehari-hari. Moralitas dalam
agama juga dipandang sebagai sesuatu yang luhur, tatanan dalam kehidupan sosial
yang dijadikan pedoman. Bisa dibilang, agama melahirkan moral. Sehingga
seseorang yang beragama dan menjalankan ajaran agamanya dengan baik semestinya
juga memiliki moral yang baik. Berikut ini adalah salah satu contoh kasus agama
dan moralitas yang ada di masyasarakat.
“ Baru-baru ini dunia berita nasional dihebohkan
dengan kasus pembunuhan yang tak biasa, karena kasus ini dilakukan oleh warga
kepada salah seorang tukang servis alat-alat elektronik yang dituduh mencuri
sebuah amplifier yang ada di dalam masjid di daerah bekasi dengan cara dianiaya
kemudian di bakar hidup — hidup.”
Kasus ini mengajarkan pada kita bahwa moral
masyarakat di sekitar kita yang masih tergolong buruk, karena bukannya
menyerahkan kepada pihak yang berwajib justru menghakimi korban yang
notabenenya belum pasti mencuri secara sepihak dan dengan tindakan yang brutal.
Lantas apakah yang mendasari masyarakat
tersebut tega membakar hidup-hidup korban yang sama sama manusia dan belum
tentu bersalah? Ya , kembali ke permasalahan yang mendasar yakni keyakinan
dalam beragama pada masing-masing pelaku penyiksaan tersebut, dari tindakan
yang dilakukan oleh mereka dapat diketahui bahwa tidak adanya keimanan di dalam
hati mereka sehingga mereka (pelaku) merasa paling benar dan seolah menjadi
pahlawan kesiangan yang menghakimi secara semena- mena padahal Tuhan
mengajarkan setiap manusia supaya berlaku baik antar sesama manusia, tidak
menuduh satu sama lain, dan tidak menyiksa sesama manusia hingga menghilangkan
nyawa.
Salah satu fungsi dari agama adalah penanaman
nilai moral dan memperkuat ketaatan terhadap nilai moral yang ada. Oleh karena
itu marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan keimanan kita kepada Tuhan
yang Maha Esa karena hal itu adalah dasar dari segala tindakan dan hanya dengan
keimananlah seseorang bisa memiliki moral dan perilaku yang baik.
3.HUKUM DAN MORALITAS
A.HUKUM
Disebut hukum bila
apa yang benar-benar dikehendaki diterima oleh anggota masyarakat. Pengertian
hukum sebagai aturanperbuatan manusia yang berinteraksi, yang dikehendaki dan
diterima. Artinya mencerminkan perpaduan sikap dan pendapat pemerintah/pimpinan
dan masyarakat. Apakah hukum itu mewajibkan? Kalau mewajibkan, dari mana datangnya
kewajiban itu?. Menurut Golongan Neo-positivis, hukum betul-betul menjadi hukum
karena kewajiban instansi yang kompeten
Hukum adalah
sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan
dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam
hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana,
hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi
hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan
dipilih.
Hukum dapat dibagi
dalam berbagai bidang, antara lain hukum pidana/hukum publik, hukum
perdata/hukum pribadi, hukum acara, hukum internasional dan lain-lain
1.HUKUM
PIDANA
Hukum
pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal
perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang -
undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda
bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu
kejahatan dan pelanggaran.
Kejahatan
ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang -
undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa
keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi
berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan
sebagainya.
Pelanggaran
ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak
memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain,
seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam
berkendaraan, dan sebagainya.
2.HUKUM
PERDATA
Salah
satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu
dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum
privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat
adalah jual beli rumah atau kendaraan .
3.HUKUM
ACARA
Untuk
tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga disebut hukum
formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara dan siapa
yang berwenang menegakkan hukum materiil dalam hal terjadi pelanggaran terhadap
hukum materiil. Tanpa hukum acara yang jelas dan memadai, maka pihak yang
berwenang menegakkan hukum materiil akan mengalami kesulitan menegakkan hukum
materiil.
4.HUKUM
INTERNASIONAL
Hukum
internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum
antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan
dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu.
Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan
asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau
negara.
B.MORALITAS
Moral mengacu pada
perbuatan, pemikiran dan pendiriaan manusia tentang apa yang baik/tidak,
benar/tidak benar; yang patut/tidak patut untuk dilakukan.
Kata moral berasal
dari bahasa latin yaitu mores-mos yang
artinya kesusilaan, tabiat atau kelakuan = ajaran kesusilaan. Moralitas termasuk dalam norma tidak
tertulis yang terbagi atas 4 bagian yaitu : adat istiadat,
larangan,perintah,konvensi (kesepakatan) dan suara hati
1.LARANGAN
Larangan
adalah perintah atau aturan yang melarang suatu perbuatan; sesuatu yang
terlarang karena dipandang keramat, suci atau tabu
Contoh
:
a.Kamu
dilarang membunuh, Kamu dilarang mencuri.
b.Seseorang
yang masih percaya dengan mitos biasa masih mempercayai larangan-larangan
tertentu, seperti ; dilarang berkaca di cerimin yang pecah, dilarang duduk di
atas bantal, dilarang menyapu pada saat malam hari dan lain-lain.
2.ADAT
ISTIADAT
Tata
kelakuan yg kekal dan turun-temurun dr generasi satu ke generasi lain sbg
warisan sehingga kuat integrasinya dng pola perilaku masyarakat.
Contoh:
a.Rambu solo, Rambu tuka’ dan adu kerbau di toraja
b.Upacara
ngaben dan makepung di bali
3.PERINTAH
Perkataan
yg bermaksud menyuruh melakukan sesuatu;
1.suruhan:
atas -- sang
Pangeran, beberapa pelayan datang;
2.aba-aba; komando: latihan gerak
badan sebaiknya dilakukan dng --;
3.aturan dr pihak atas yg harus dilakukan: ia
membacakan -- yg berkenaan dng pembasmian penyelundupan.
Contoh:
Kepala
desa, kepala suku dan sejenisnya memerintahkan para warga untuk melakukan ronda
setiap malam demi menjaga keamanan desa.
4.KONVENSI(KESPAKATAN)
Aturan-aturan
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara,
meskipun tidak tertulis.
Contoh:
Praktik
Musyawarah mufakat yang dilakukan oleh lembaga tinggi negara Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
C. .PERBEDAAN
MORALITAS DAN HUKUM
Hukum
dan Moralitas berbeda. Norma-norma moral berakar dalam batin manusia, sedangkan
peraturan hukum menyangkut paksaan yang diatur dalam negara harus dilaksanakan.
Hukum mengarahkan kehidupan bersama untuk mencapai kesejahteraan umum.
Pemerintah bertindak sebagai pengawas pelaksanaan hukum. Pancasila sebagai
Dasar Negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Menurut
K.Bartens perbedaan hukum dan moralitas adalah sebagai berikut:
1.Hukum
lebih dikodifikasikan (dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau
diumumkan) diripada moralitas.
2.Hukum
membatasi diri pada tingkah laku lahiriah, moral menyangkut sikap batin
seseorang 3.Sangsi hukum (dari luar & dipaksakan) dan moral (dari
dalam=hati nurani) berbeda.
4.Hukum
didasarkan kehendak masyarakat yg akhirnya jadi kehendak negara, moral
didasarkan norma-norma .
Menurut
Gunawan Setiardja:
1.Hukum
memiliki dasar yuridis, moral dasarnya hukum alam.
2.Hukum
bersifat heteronom (dari luar diri manusia), moral bersifat otonom (dari diri
sendiri).
3.Hukum
secara lahiriah dapat dipaksakan, moral secara lahiriah terutama batiniah tidak
dapat dipaksakan.
4.Sangsi
hukum bersifat yuridis (lahiriah), moral berbentuk sangsi kodrati (batiniah) =
menyesal, malu dsb.
5.Hukum
mengatur kehidupan manusia dalam negara, moral mengatur kehidupan manusia
sebagai manusia.
6.Hukum
tergantung waktu dan tempat, moral secara objektif tidak tergantung waktu dan
tempat.
D.
.HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAN MORALITAS
Dalam
konteks pengambilan keputusan hukum membuutuhkan moral, sebagaimana moral
membutuhkan hukum. Hukum dapat memilikikekuatan jika dijiwai oeleh moralitas.
Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya.Tanpa moralitas,
hukum tampak kosong dan hampa. Oleh karena itu setiap upaya penegakan hukum di
Negara Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila harus benar-benar
dipertimbangkan dari sudut moralnya, dalam hal rasa keadilan masyarakat. Sebab
sesuatu yang menyangkut hukum dan keadilan memiliki dampak moralitas yang
sangat luas bagi masyarakat.
4.ETIKA DALAM
BIDANG KETEKNIKAN
Etika
sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah dalam bidang keteknikan, sehingga
bila suatu profesi keteknikan tanpa etika akan terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan terjadinya ketidakadilan.
Ketidakadilan yang dirasakan oleh orang lain akan mengakibatkan kehilangan
kepercayaan. Kehilangan kepercayaan berdampak sangat buruk, karena kepercayaan
merupakan suatu dasar atau landasan yang dipakai dalam suatu pekerjaan.
Apakah etika, dan apakah etika profesi itu? Kata etik
(atau etika) berasal dari kata ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan
atau adat. Sebagai suatu subjek, etika akan berkaitan dengan konsep yang
dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan tindakan
yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan
“self control” karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan kelompok social (profesi) itu sendiri.
Selanjutnya, sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut
ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
Tanpa etika profesi, apa yang semua dikenal sebagai
sebuah profesi yang terhormat akan segera jauh terdegradasi menjadi sebuah
pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai
dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak
adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite
profesional.